Selasa, 08 Oktober 2013

Analisis Siau Ling

1.Tema dan amanat
   Tema   : Lay Kun yang Malang
   Amanat : Setiap orang berhak untuk menikahi wanita yang di cintainya, namun jangan sia -siakan setelah memilikinya.
2. Penokohan
No
Nama tokoh
Karakter
Bukti
1.
Lay Kun
-Penyayang                              


-Penurut






-“aku ingin menangis. Harusnya dia tidak mati dalam cara begini.”(Siu ling:4)
-“Aku bahkan siap jadi anak domba, ibuku. Tapi, sebelum aku mengetahui mazhab yang biasa menjanditempat kurban, bolehlah aku, sekedar mendamaikan mata dengan hati di tunjukan siapa yang akan memegang parang untuk menyembelih kurbannya?” (Siu ling:64)
 
2.
Samik
-Pantang menyerah


-Penurut




-Rela berkorban
-“Baik. Aku akan pergi. Aku pergi sekarang.  Tapi aku akan kembali”
 (Siu ling:12)
-“Aku baru saja berubah pikiran. Semut yang gagal memanjat tiang licin tidak berhenti mengulang. Apa saja yang ibu ingin aku perbuat, akan aku lakukan demi ibu”
 (Siu Ling:50)
-Dari perkataan Tan “tidak usah. Geser saja dari situ. Aku yang akan mencambuknya sekarang.(mencambuk) Rasakan ini. Ini lagi. Ini lagi. Ini lagi. Ini lagi...”
 (Siu Ling:97)
3.
Tan Kim Seng
-Pemarah









-Keras kepala 







-Penyayang
- (masuk, muncul dari belakang samik, menendangnya sehingga jatuh meruntuhkan pintu pagar) “Pemabuk! Pemabuk busuk! Siapa sangkamu dirimu ini sehingga berani-beraninya kau mengganggu Lay Kun. (mencopot salah satu bambu dari pintu pagar yang roboh itu, menjadikannya seperti toya, memukul kearah samik) Ayo, berdiri! Mari kita langsungkan sedikit hiburan.
(Siu Ling:12)
-“ Tidak. Aku marah kalau kau bilang apa saja. Bagaimanapun juga mataku masih terang, lebih terang dari seekor harimau di dalam gelap. Kau pasti ingat, dulu, dalam keadaan gelap gulita aku sanggup melihat tikus yang berlari di jarak 300 langkah di depanku “
(Siu Ling:16)
 -“(masuk) Tuan nahkoda. (mencari-cari) di maqna tuan nahkoda? (menghampiri) sebagai orang ayang berpengalaman di banyakb pelabuhan, tolong katakan sesuatu padaku. Dimana aku bisa mendapat orang yang sanggup memainkan Siu ling itu? Istriku sudah ingat, bahwa Siau Ling yang ampuh adalah Siau Ling yang di buat dari awi wulung. Nah, dimanakah siau ling itu bisa didapat”
(Siau ling:73)
4.
Ibu Tan
-Pengertian


-Penyayang








-Tegas
-“ Setiap pemuda yang  jatuh cinta, memang seperti orang mabuk ”
(Siau Ling:13)
-“(memarahi suaminya) kau melanggar kesepakatan kita, Suamiku Tam Kim Seng. Diam di tempatmu. Dan diamlah manis-manis seperti boneka Sun Go Kong. Aku akan panggilkan pinangan yang sebelah itu. (kesamping) Lay Kun manisku, sayangku, buah cintaku, keluarlah kemari, nak. Pinang yang sebelah sudah menunggu di sini “
(Sisu Ling:
-“kau melanggar kesepakatan kita, suamiku Tan Kim Seng. Aku belu mengizinkan kau untuk berbicara. Maka, diam, dan diamlah dengan manis”
(Siau Ling:69)

5.
Tirah
-Pengertian
-“(memeriksa tandu teratai) Yuk-e Lay Kun masih tidur. Kasihan jangan dulu dibangunkan”
(Siau ling:116)
6.
Groho
-Tanggung jawab
-“ Tanggung jawab kita, mencabut kembali umbul-umbul di sekitar sini selesai. Kecuali, umbul-umbul yang kuning itu. Kalau terjadi apa-apa terhadap keselamatan Yuk-e Lay Kun, ya sudah, kuning itu benderanya dukacita”
(Siau Ling:75)

7.
Yoso
-Soktau
-“(kepada groho) Nah, itu, coc-coc-coc-cocok dugaanku Yuk-e Lay Kun gelo mendapatkan lal-lal-lal-lanang reyot, rongsokan”
(Siau Ling:68)

8.
Renggoning
-Memaksa
-“Tapi sekali lagi ibu minta, anakku, rebut putri cina itu. Nafas ibu esok hari bergantung di ujung ikhtiarmu”
(Siau Ling:30)
9.
Daeng
-Selalu ingin tahu










-“Apa betul begitu? Menurut desas-desus itu, bukan semata karena adipati mau kawin lagi maka para lurah yang putrinya jadi istri Adipati itu, marah, tapi konon disebabkan jika Adipati kawin lagi dengan putri Cina dari semarang itu, maka ia akan menceraikan kelima-puluh istrinya. Itu artinya, kedudukan kekuasaan lurah dipegang oleh ayah-ayahnya terancam. Betul begitukan renggoning?”
 (Siau Ling:35)

10.
Adipati
-Pilih kasih














-Suka kawin


















-Pikun




-Tega
-“Begini, Tuan-Tuan, aku tidak perlu berbasa-basi lagi. Tanpa tedeng aling-aling, aku mengaku, putri cina di semarang itu telah membuat aku merasa hidup seratus tahun lagi. Nanti, ketika aku melamar dia di semarang, hanya tiga orang yang akan aku bawa ke sana, menemani aku di kapal Daeng Bajika. Mereka adalah Pringgoloyo, Bondan, dan tarub. Sesuai primbon yang serasi dengan bunyi Cap Ji Shio tahun ini dikatakan Ganjur kentir ing wit sidaguri yang artinya Tuban akan berpadu dengan prawan ayu tur wiraga yang artinya semarang. (jeda) Aku belum dengar tepuk tangan kalian)
(Siau Ling:43)
-“Ya menurut primbon itu, aku akan mengawini gadis berumur 14 tahun, putri cina di semarang itu, dan oleh karenanya aku harus melepas 50 istriku yang lain. Itu berarti, kekuasaan lurah yang di pegang oleh para mertuaku dengan sendirinya aku gusur pula. Terkecuali lurah bondan, satu-satunya yang membuatku berhutang budi, karena jasanya dulu membunuh ular yang hampir mematuk kepalaku. Pernyataan ini sah. Sabda pandita ratu (jendela). Aku  belum mendengar tepuk tangan kalian”
(Siau Ling:44)
 -“Oh, aku betul terangsang. Aku betul-betul terangsang. Sudah sampai di mana kalimatku tadi,pringgoloyo”        
-“Masih dalam tidak pandainya aku berbasa-basi, aku ingin berkata satu perkara saja. Yaitu aku berharap satu dua orang anak dari putri Tuan dan Nyonya Tan Kim Seng. Dari semua istriku, tidak ada seorangpun yang berhasil memberiku anak. Oleh karena itu, setelah kawin dengan putri Tuan dan Nyonya Tam Kim Seng, akan aku ceraikan semua istriku yang mandul itu”
(Siau Ling:59)

11






















12.


Bondan






















Tarub


-Bermuka Dua








-Suka bergunjing








-Selalu ingin tahu
-“Terimaksih yang tiada tepermania, Tuanku Adipati. Terus terang, aku menjadi sangat takut karena sanjungan Tuanku. Dengan menerima sanjungan, aku akan merasa menggelembung, dan olehnya aku bisa kehilangan cita-cita. Sementara di belakangku orang-orang mengejek, menaruh iri, meremehkan, dan menistakan aku”
(Siau Ling:45)
-“Bagaimanapun, pringgoloyo itu berwajah dua, di depan adipati dia mengabdi sampai di batas yang paling tidak masuk akal. Tapi di belakang adipati dia berselingkuh dengan Renggoning”
(Siau Ling:39)
-“Ah. Kalau itu bukan rahasia, katakanlah itu sesuatu yang orang lain tidak tahu. Barangkali kita bisa tukar-menukar hal-hal yang tidak saling tahu, menjadi saling mengetahui. Maksudku apa salahnya sebagai kenalan lama, kita bertukar pengetahuan”
(Siau Ling:50)
13.
Pringgoloyo
-Penyabar







-Pembohong
-“Sedianya Tuanku Adipati akan membahas surat yang akan dilayangkan kepada orang tua putri cina di semarang. Kami belum mendengar dari tadi”
(Siau Ling:48)
-Tenanglah. Kau hanya bermain pura-pura. Dalam bermain pura-pura, tugasmu adalah meyakinkan orang, bahwa apa yang kau lakukan itu seluruhnya itu benar. Dalam permainan ini kau harus menanggalkan kebenaran dirimu sebagai samik, dan mengganti dengan kebenaran baru, dirimu sebagai peniup siau ling dari kulon bernama santang. Penampilanmu sendiri sekarang sudah berubah. Rias alismu yang tebal seperti ini akan memberikan kesan sebagai cempiang”
(siau Ling:79)

3. Alur
       Cerita dia atas mengandung alur maju karena mengandung bagian-bagian yang menceritakan suatu kejadian dengan urut sesuai dengan kronologi kejadian..
4. Seting
            Seting Tempat:
            - Di Pendopo (Siau Ling:40)
- Di Rumah    (Siau Ling:58)       
Seting Waktu  :
-Siang Hari
- Malam Hari
5. Konflik
Konflik berawal ketika Lay Kun akan di jodohkan dengan Adipati Wilotikto, namun Lay Kun tidak mau dan pingsan saat di kenalkan dengan Adipati, Lay Kun tidak suka dengan Adipati yang sudah tua.


Materi Adjektifa dalam Kuliah Morfolgi
BAB II
PEMBAHASA
2.1 Pengertian Adjektiva dalam Morfologi
  Secara tradisional, adjektiva dikenal sebagai kata yang mengungkapkan kualitas atau keadaan suatu benda. Alwi et al (2003:171) berpendapat bahwa adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan. Adjektiva yang disebut juga kata sifat atau kata keadaan, adalah kata yang dipakai untuk mengungkapkan sifat atau keadaan orang, benda, atau binatang.
Bentuk adjektiva, pada umumnya membentuk monomorfemis; artinya, terdiri atas satu morfem. Namun, ada pula adjektiva yang lebih satu morfem dan karena ini disebut polimorfemis. Berikut adalah contoh ajektiva yang monoforfemis, asin, anggun, cerah, matang, kurus, lama, mewah, lemah, murah, biru, besar, ramai, dan sebagainya. Adjektiva yang polimorfemis dibentuk dengan tiga cara, yaitu:
Afiksasi (proses pembubuhan afiks).
Reduplikasi (proses pengulangan).
Komposisi (pemaduan atau pemajemukan) dengan kata lain.
      Adjektiva yang berupa afiksasi, seperti alami, ilmiah, manusiawi, hewani, lahiriah, nabati, penakut, pemalas, pengecut, pemarah, pendendam, dan sebagainya. Contoh adjektiva yang berupa pemaduan dengan kata lain, seperti berat lidah, besar mulut, buta huruf, padat karya, ringan tangan, aman, tenteram, cantik jelita, dan sebagainya. Adjektiva dapat berfungsi sebagai predikat dan keterangan dalam suatu kalimat, misalnya pada kalimat berikut ini:
Orang itu sakit
Dia berhasil dengan baik.
Contoh kalimat pertama menunjukan adjektiva yang berfungsi sebagai predikat, sedangkan kalimat ke dua menunjukkan adjektiva yang berfungsi sebagai keterangan. Adjektiva juga dapat menyatakan tingkat kualitas dan bandingan acuan nomina yang di terangkanya. Untuk menyatakan tingkat kualitas digunakan kata-kata seperti sangat dan agak di samping adjektiva.
2.2 Batasan dan Ciri-ciri Adjektiva
Adjektiva memiliki ciri antara lain :
Dapat dibeti keterangan pembanding, seperti kata lebih, kurang, dan paling: lebih besar, kurang baik, paling mahal, dan sebagainya
 Dapat diberi keterangan penguat, seperti kata sangat, amat, benar, murah sekali, terlalu murah
Dapat diingkari dengan kata ingkar tidak, tidak bodoh, tidak salah, tidak benar, dan sebagainya
Dapat diulang dengan awalan se- dan akhiran -nya: sebaik-baiknya,serendah-rendahnya, sejelek-jeleknya
Pada kata tertentu dapat berakhir antra lain dengan –er, -(w), -iah, - if, -al, dan ik: nonorer, duniawi, ilmiah, negatif, formal, dan sebagainya.
“Umumnya sebuah adjektiva diletakkan di belakang kata yang diterangkan. Dalam hal ini kita harus waspada terhadap kata lain yang dapat disisipkan diantara kedua kata itu yang dapat mengubah status hubungannya. Perhatikan hal berikut ini :
Baju putih
Mobil tua
Rumah mewah
Baju yang putih
Mobil yang tua
Rumah yang mewah
Baju itu putih
Baju Ali putih
Mobil itu tua
Mobil Ali tua
Rumah ini mewah
Rumah mereka mewah
Pada nomor (1) adjektiva putih, tua, dan mewah berdiri langsung di belakang nomina baju, mobil dan rumah. Bentuk seperti itu tidak merupakan kalimat, tetapi merupakan frasa. Penyisipan yang pada contoh (2) tidak mengubah status untaian kata itu menjadi sebuah kalimat. Untaian kata pada nomor (2) tetap merupakan frasa. Sebaliknya, dengan disisipkannya kata seperti itu, Ali, saya, ini dan mereka pada contoh nomor (3) rentetan kata itu berubah statusnya menjadi kalimat” (Depdikbud,1988:209-210).
 2.3 Adjektiva dan Kelas Kata yang Lain
Jika dilihat dari definisi dan ciri yang telah dikemukakan di atas, orang dapat berkata bahwa centuk seperti batu dan tembok adalah adjektiva pula karena kedua kata itu dapat menerangkan keadaan benda seperti terbukti dengan adanya bentuk benteng batu dan rumah tembok. Memang benar bahwa batu dan tembok pada kedua contoh itu menerangkan keadaan benda tetapi jika kita teliti lebih lanjut kita akan mendapati bahwa kedua kata itu tidak memenuhi cirri-ciri adjektiva. Tidak ada, misalnya, bentukan “lebih batu atau “sangat tembok.
Definisi adjektiva juga agak bertumpang tindih dengan definisi verba karena ada beberapa cirri adjektiva yang juga menjadi ciri verba. Kata ingkar tidak, misalnya dapat dipakai sebagai pengingkar adjektiva ataupun verba tidak cantik, tidak mandi. Untuk verba tertentu keterangan pembanding seperti lebih dan paling juga dapat dipergunakan pada verba : lebih berhasil, kurang menyenangkan, lebih berbahaya.
Dalam kedua hal itu kata seperti batu dan tembok tetap termasuk kelas kata nomina, dan kata seperti berhasil, menyenangkan dan berbahaya termasuk kelas kata verba, tetapi dalam posisi tertentu berfungsi atributif.
2.4 Bentuk Adjektiva
Kebanyakan adjektiva adalah monomorfemis, artinya terdiri  atas satu morfem saja. Namun, ada pula adjektiva yang lebih dari satu morfem dan karena itu disebut polimorfemis. Beberapa contoh adjektiva monomorfemis yaitu diantaranya :
Cerah
Anggun
Besar
Mewah
Lemah
Kurus, dsb.
Adjektiva yang polimorfemis dibentuk dengan tiga cara yaitu : pengafiksasian, pengulangan dan pemaduan dengan kata lain. Ada pula adjektiva yang wujudnya nomina, namun sering dipakai dalam posisi adjektiva, contohnya : penakut, keibuan, kebapakan, kekanak-kanakan, kebarat-baratan, dsb. Untuk menurunkan adjektiva adalah dengan pengulangan, tetapi kata yang diulang itu pun telah memiliki status adjektiva, contohnya : bodoh-bodoh, besar-besar, subur-subur, cantik-cantik. Pengulangan adjektiva memberikan arti tambahan, yakni orang, benda, atau binatang yang diterangkan itu taktunggal meskipun dalam kalimat hal itu dikatakan eksplisit. Sebagai contoh pada beberapa kalimat berikut ini :
Soal ujian kemaren mudah-mudah.
Anak Pak Soni bodoh-bodoh.
Gadis Jawa cantik-cantik.
Ikan di sungai itu besar-besar.
Pada keempat kalimat di atas soal, anak, gadis, ikan tidak dinyatakan dalam bentuk ulang. Akan tetapi, karena adjektiva mudah, bodoh, cantik, dan besar diulang, maka pengertiannya adalah bahwa soal ujian, anak Pak Soni, gadis Jawa, dan ikan di sungai itu lebih dari satu.
Untuk membentuk ajektiva ada cara yang lainnya yaitu memadukan adjektiva dengan kata lain. Kata lain itu dapat berupa nomina atau adjektiva. Jika adjektva dipadukan dengan nomina dengan urutan adjektiva terlebih dahulu, dan nomina di belakangnya, maka terbentuklah adjektiva baru dengan arti yang khusus. Sebagai contoh yaitu : berat lidah, keras hati, buta huruf, padat karya, sehat jasmani, ringan tangan, dsb. Bentuk paduan lain adalah perpaduan antara adjektiva dengan adjektiva yang lain. Sebagai contoh yaitu : lemah lembut, cantik jelita, terang benderang, kacau balau, dsb.
2.5 Tingkat Perbandingan
Salah satu ciri utama adjektiva adalah bahwa kelas kata itu dapat memiliki tingkat perbandingan yang menyatakan apakah maujud yang satu ‘sama’, ‘lebih’, atau ‘kurang’, ‘paling’ jila dibandingkan dengan maujud yang lain. Dengan demikian ada tiga macam tingkat perbandingan, yakni tingkat ekuatif, komparatif, dan juga superlatif.
Tingkat perbandingan ekuatif
Adalah tingkat yang menyatakan bahwa dua hal yang dibandingkan itu sama. Ada dua macam bentuk untuk menyatakan perbandingan ekuatif, yakni pemakaian se-, dan pemakaian sama…dengan. Formulanya sebagai berikut :
Dari formula yang pertama, kita tahu bahwa cara membentuk perbandingan ekuatif adalah dengan menambahkan se- di muka adjektiva. Dengan demikian kita peroleh bentuk seperti:
Secantik                Tuti secantik ibunya.
Seberani               Toni tidak seberani adiknya.
Dalam kaitannya dengan adjektiva turunan, bentuk se- tidak dapat dipakai dengan adjektiva yang diturunkan dari paduan kata yang menimbulkan makna baru. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa paduan seperti tinggi hati sebenarnya hanyalah kiasan dati kata “sombong” sehingga perbandingannya dilekatkan pada arti itu dn bukan pada bentuk lahiriahnya.
Cara yang kedua yaitu memakai sama+ adjektiva+-nya+ dengan. Bentuk yang kedua itu lebih produktif karena dapat digunakan pada bentuk adjektiva macam apa saja. Contohnya :
Mesin ketik itu sama mahalnya dengan mesin ketik ini.
Toto sama keras kepalanya dengan ayahnya.
Tini sama lemah lembutnya dengan kakak perempuannya.
Tingkat perbandingan komparatif
Menyatakan bahwa satu dari dua maujud yang dibandingkan itu lebih atau kurang dari yang lain. Tingkat itu dinyatakan dengan formula sebagai berikut :
Beberapa contoh yaitu :
Ini lebih mahal daripada itu.
Dia lebih ilmiah daripada kakaknya.
Mangga arum manis lebih manis daripada mangga golek.

Tingkat komparatif yang memakai kurang memang ada dalam bahasa kita dan dipakai terutama apabila adjektivannya tidak memiliki padanan lawan kata. Adjektiva seperti manusiawi dan ilmiah , misalnya tidak mempunyai lawan kata. Karena itu, kurang manusiawi dan kurang ilmiah layak kita pakai. Akan tetapi jika adjektivanya itu memiliki lawan kata maka dalam perbandingan  orang lebih condong memakai bentuk lebih daripada kurang. Umumnya orang akan berkata Saya mau batu yang lebih besar daripada ini dan bukan Saya mau batu yang kurang kecil daripada ini.

Tingkat perbandingan superlative
Menyatakan bahwa dari kesekian hal yang dibandingkan satu melebihi yang lain. Tingkat itu dinyatakan dengan bentuk ter- atau paling yang diikuti adjektiva.
Bentuk paling lebih produktif dibandingkan dengan bentuk ter-, karena paling dapat digabungkan dengan adjektiva macam apa saja. Bentuk paling dapat dipakai dengan adjektiva turunan maupun verba adjektiva, sedangkan bentuk ter- umumnya tidak dapat (Depdikbud,1988:216-217).
2.6 Fungsi Adjektiva
Adjektiva dapat berfungsi sebagai predikat dalam kalimat atau sebagai keterangan pada frasa nominal. Sebagai contoh :
Gedung yang baru itu sangat megah.
Setelah menerima rapor, mereka pun gembira.
Yang dibelinya kemaren tidak mahal.
Pada contoh di atas, megah, gembira dan mahal adalah predikat. Dalam posisi itu adjektiva dapat memiliki pewatas seperti sangat, -lah, tidak dan tidak akan.
Pada frasa nominal adjektiva mempunyai fungsi atributif yakni menerangkan nomina yang di depannya. Dalam fungsi seperti itu adjektiva dapat pula dipisahkan dari nomina dengan memakai kata yang. Sebagai contoh :
Baju merah Baju yang merah
Harga mahal Harga yang mahal
Gadis kecil mungil Gadis yang kecil mungil
2.7 Penurunan Kata dari Adjektiva
Seperti halnya dengan kelas kata yang lain, adjektiva dapat pula bertindak sebagai dasar bagi kelas kata yang lain. Dari dasar adjektiva dapat kita peroleh verba, nomina, dan adverbial.
 Adjektiva sebagai dasar nomina
Dari adjektiva dapat dibentuk nomina dengan tiga cara : dengan menambah afiks ke—an, dengan menambah partikel –nya, dan dengan memakai artikel si dan sang. Cara pertama yaitu dengan menambahkan ke—an pada adjektiva, menghasilkan bentuk seperti contoh di bawah ini, yaitu :
Bahagia kebahagiaan
Sedih kesedihan
Ramah keramahan
Cara yang kedua yaitu dengan menambahkan –nya pada adjektiva yang memiliki keanggotaan ganda kelas kata, sebagai contoh :
Tingginya
Lebarnya
Luasnya
Cara yang ketiga untuk membentuk nomina dari adjektiva adalah dengan menambahkan si atau sang. Artikel si lebih produktif daripada artikel sang, karena yang terakhir itu hanya dapat bergabung dengan beberapa kata saja. Misalnya :
Di mana-mana si miskin selalu menderita.
Midah, si manis itu sering memakai kebaya berwarna kuning.
Kita kibarkan Sang Merah Putih kita.
Artikel ssng memiliki konotasi yang positif, yakni umumnya dipakai untuk orang, binatang, atau benda yang dihormati atau diberi kedudukan terhormat.

Adjektiva sebagai dasar verba
Ada beberapa macam verba yang dibentuk dari adjektiva. Pada umumnya pembentukan ini dengan memakai afiks meng- dan ke—an. Sebagai contoh berikut ini :
Besar membesar
Kuning menguning
Panas kepanasan
Haus kehausan

Senin, 30 September 2013

Posting Pertamaku,,, Semoga bermanfaat


JERITAN HATI
Oleh: Khusniatus Solihah

Kerinduan yang aku rasakan begitu dalam
Yang tak pernah terungkapkan
Kau mungkin tak merasakan
Betapa rundunya aku ingin di peluk mu

Kau tak pernah mengerti hati ini
 Sakit yang tak bisa terobati
Hingga aku tak mengerti
Betapa kau teganya menyakiti

Kesungguhan hati tidak dapat menjadi bukti
Betapa kau mencintai ku dengan sepenuh hati
Karena kau selalu menyakiti
Dan tak pernah mau mengerti



RAHASIA TUHAN
Oleh : Khusniatus Solihah

Kau menungu dengan rasa pilu
Untuk menanti nasib mu yang tak tentu
Entah kapan, engkau tak akan tau
Akan terbang menuju tempat persingahanmu

Rasa takut tak pernah kau hiraukan
Rasa pasrah selalu kau tunjukan
Untuk menanti ujian tuhan
Yang entah kapan akan di datangkan

Kekuatan mu selalu di tunjukan kepada setiap insan
Bahwa kau siap menerima ujian terberat dari tuhan
Yang kau tak tau sampai kapan